output_0fyRz3

haji-penanaman-tauhid-madanitvOleh: Ustadz Hakimuddin Salim

Ibadah Haji, bukanlah rangkaian ritual kosong tanpa makna. Pada setiap keping manasiknya, Allah Ta’ala ingin menanamkan nilai dan pelajaran berharga pada diri hamba-Nya.

Salah satu dari nilai-nilai itu, yang paling utama adalah nilai Tauhid. Bagaimana seorang hamba meng-esakan Allah dan memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 196, yang berisi perintah menunaikan Haji, Alloh menegaskan, “Dan sempurnakan Haji dan Umroh karena Allah…”.

Bahkan dalam ayat lain, yang merupakan dalil utama wajibnya Haji, Allah mendahulukan kata-kata “Lillaah” sebelum perintah Haji: “Dan untuk Allah, diwajibkan atas manusia Haji ke Baitullah, bagi siapa yang mampu melakukan perjalanan menuju kepadanya” (QS. Ali Imron: 97).

Dalam kalimat Talbiyah, yang disunnahkan untuk dibaca berulang-ulang dan terus menerus semenjak mulai ber-ihram, kandungan utamanya adalah Tauhid. “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, yang tidak ada sekutu bagi-Mu. Sungguh segala puji, kenikmatan dan kekuasaan, hanya milik-Mu semata”.

Ketika selesai Thowaf, disunnahkan melaksanakan shalat dua raka’at. Raka’at pertama membaca surat Al-Kafirun. Raka’at kedua membaca surat Al-Ikhlas. Keduanya berkandungan utama keikhlasan dan berlepas dari segala sesembahan selain Allah. (HR. Tirmidzi).

Saat berada di atas bukit Shafa dan Marwa untuk melaksanakan Sa’i, doa ma’tsur yang dianjurkan dibaca adalah kalimat Tahlil, “Tidak ada illah, selain Allah semata. Miliknya segala kekuasaan dan pujian, lagi Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan selain Allah semata. Yang Maha Memenuhi janji-Nya. Yang Maha Menolong hamba-Nya. Yang Maha Menghancurkan musuh-musuh-Nya sendirian.” (HR. Muslim).

Juga ketika wukuf di ‘Arofah, yang merupakan inti dan puncak ibadah Haji. Bacaan yang disunnahkan untuk terus-menerus dilantunkan saat itu adalah kalimat Tauhid.

Sebagaimana sabda Rasulullah ‘Alaihis Sholatu Wassalam, “Doa yang terbaik adalah doa di hari ‘Arafah. Dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi katakan adalah: Tidak ada illah selain Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kekuasaan dan pujian. Lagi Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (HR. Tirmidzi).

Maka sangat mengherankan, jika ada yang berangkat Haji, namun Hajinya hanya demi sepatah kata pujian. Ibadahnya berbalut riya’ dan sum’ah. Menjadikan Haji, hanya sebagai tangga meraih pengakuan dan penghormatan.

Termasuk yang mencampurkan Hajinya dengan berbagai praktek penoda Tauhid. Seperti mengusapkan pakaian ke Maqam Ibrahim dengan tujuan ngalap berkah. Atau menggunting Kiswah dan menjadikannya Jimat. Atau menuliskan nama di Jabal Rahmah dengan keyakinan tertentu, dan beragam fenomena kesyirikan yang lain.

Allahumma Innaa Na’uudzubika Min An Nusyrika Bika Syai’an Na’lamuh Wa Nastaghfiruka Limaa Laa Na’lamuh…

Makkah, 3 Dzulhijjah 1437 H

@hakimuddinsalim

  • Penulis: Ustadz Hakimudin Salim, Mahasiswa S3 di Universitas Islam Madinah.
  • Disadur dari akun Facebook penulis.

Leave A Comment

Please enter your name. Please enter an valid email address. Please enter message.