Tutur Kata Lembut Kunci Suksesnya Dakwah
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Demikian cara Nabi Musa ‘Alaihis Salam saat memanggil Bani Israil agar menyambut seruan Allah membebaskan negeri yang disucikan, yaitu tanah Palestina.
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah: 21)
Beliau menyapa Bani Israil dengan “Wahai Kaumku” sebuah sapaan yang lembut. Beliau menganggap beliau bagian dari mereka dan mereka bagian dari diri beliau. Beliau tidak sapa mereka dengan “wahai kalian Bani Israil” atau kalimat serupa.
Al-Qur’an juga telah mengabadikan perintah Allah kepada Musa dan Harun untuk memperingatkannya dan mendakwahi Fir’aun yang sudah sampai pada puncak ketaghutan dengan perkataannya, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi,” seraya berpesan,
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaahaa: 44)
Yakni dengan bahasa yang mudah dipahami, halus, lembut, dan penuh adab tanpan sikap kasar, arogan, dan intimidasi dalam berkata atau bertindak brutal. Semoga dengan perkataan yang lembut ini dia jadi ingat dengan sesuatu yang bermanfaat untuknya sehinga dia melaksanakannya atau takut dengan apa yang membayakannya sehingga dia meninggalkannya. Kemudian Allah menerangkan tentang ucapannya tersebut,
فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى () وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى
“Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)” Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?”.” (QS. Al-Naazi’aat: 18-19)
Itulah kalimat yang digunakan Musa dan Harun dalam mendakwahi Fir’aun, seorang thaghut yang kafir. Kenapa ada sebagian kaum muslimin yang mendakwahi dan menasihati kawannya dengan kalimat cela, mengkhawarijkan, menyesatkan, dan uangkapan-uangkapan buruk dan kasar lainnya?
Tutur kata lembut seperti inilah yang sering kita temukan dalam dakwah para Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman tentang Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam dakwahnya,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159)
Di antara kunci kesuksesan dakwah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena cara beliau menyampaikan dakwah dengan kelemahlembutan. Tutur kata beliau lembut dan sikapnya santun. Batin beliau juga sangat mulia dan tidak keras, sehingga beliau mudah memaafkan dan memikirkan kebaikan untuk orang lain.
Andaikata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersikap kasar niscaya kaum dan umatnya niscaya mereka akan meninggalkan beliau dan menolak ajakannya.
Sesungguhnya materi dakwah adalah kebenaran yang bersifat fithriyah. Artinya sesuai dengan suara hati manusia dan sejalan dengan fitrah manusia. Maka manusia tidak menjauhi dakwah ini karena materi dakwahnya, tapi disebabkan cara-cara dalam dakwah. “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159)
Seolah-olah dari ayat ini, Allah menghendaki 2 kelembutan dari setiap dai. Pertama, kelembutan lahiriyah berupa kelembuatan dalam tutur kata, sikap, dan perbuatan.
Kedua, kelembutan hati, sehingga mudah memaafkan dan memintakan ampunan untuk umat. [Simak bahasan serupa dalam video “Kajian Tafsir QS. Al-Maidah Ayat 21” bersama Ust. Syariful Mahya Lubis]
Kelembuatan ini adalah pembuka pintu gerbang untuk memasuki gerbang dakwah. Sebaliknya, sikap kasar dan kerasnya hati menjadi penutup pintu gerbang dakwah. Wallahu A’lam. [AM/madanitv.net]
Komentar Terakhir